Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid - Kami Nusantara Cleaning salah satu perusahaan jasa cleaning service di Bandung, yang bergerak pada jasa cleaning service rumah, kantor, sekolah, pabrik, jasa poles marmer, jasa poles teraso, jasa poles granit, jasa poles acian, jasa poles tegel, jasa poles kerami, jasa bersih gedung, jasa salon toilet, jasa pembersihan kamar mandi, jasa cuci karpet, jasa coating vinnyl dan parket Cleaning Service dan Poles Lantai, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Islam,
Artikel Tauhid, yang kami tulis ini dapat memberi manfaat. baiklah, selamat membaca.
Judul : Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
link : Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
Anda sekarang membaca artikel Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid dengan alamat link https://cleaning-poles.blogspot.com/2017/05/ahlussunah-wal-jamaah-dalam-tauhid_15.html
Judul : Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
link : Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat.
Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’tazilah mengutamakan dalil akal dari pada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal mereka, sehingga ayat-ayat Al-Qur’an disesuaikan dengan akal mereka. Apabila ada hadits yang bertentangan dengan akal, mereka ditinggalkan itu dan mereka berpegang kepada akal pikirannya. Ini merupakan suatu these (aksi) yang akhirnya menimbulkan antithesa (reaksi) yang disebut golongan Ahlul Atsar(أهلالأثار)
<>
Cara berpikir Ahlul Atsar adalah kebalikan cara berpikir golongan Mu’tazilah. Ahlul Atsar hanya berpegangan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka tidak berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal, karena khawatir takut keliru, khususnya dalam ayat-ayat Al-Mutasyabihaat mereka menyerahkan maknanya kepada Allah SWT.
Seperti firman Allah SWT dalam surat al-Fath [48] ayat 10:
َيدُاللهِ فَوْقَأَيْدِيْهِمْ
“Tangan Allah di atas tangan mereka”.
“Tangan Allah di atas tangan mereka”.
Ahlul Atsar tidak mau menafsirkan apa yang dimaksud dengan tangan pada ayat tersebut, mereka menyerahkan maknanya kepada Allah SWT. Fatwa mereka hanya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah semata. Apabila mereka tidak menjumpai dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah mereka tidak berani untuk berfatwa. Dari golongan ini lahirlah seorang Imam yang bernama Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau dilahirkan di Nejed tahun1703 M.
Dengan demikian, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah yang dibawakan oleh Al-Imam Abdul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi mengembalikan ajaran Islam kepada Sunnah Rasulullah SAW dan para shahabatnya dengan berpegangan kepada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tidak meninggalkan dalil-dalil akal. Artinya memegang kepada dalil akal tetapi lebih mengutamakan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Cara Mempergunakan Dalil dalam Ilmu Tauhid
Madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah mendahulukan atau mengutamakan dalil naqli dari pada dalil aqli. Jika akal manusia diibaratkan mata, maka dalil naqli diibaratkan pelita. Agar mata kita tidak tersesat, maka pelita kita letakkan di depan kemudian mata mengikuti pelita. Akal manusia mengikuti dalil Qur’an dan Hadits bukan Qur’an dan hadits yang disesuaikan dengan akan manusia.
Rasulullah SAW bersabda: (لاَدِيْنَ ِلمَنْلاَ عَقْلَ لَهُ) tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal. Maksudnya, orang yang berakal menerima agama. Akal menerima agama, bukan agama menerima akal, karena akal manusia bermacam-macam. Agama ialah syariat yang diletakkan oleh Allah SWT bersumberkan kepada wahyu dan sunnah Rasulullah SAW bukan bersumberkan kepada akal. Agama bukan akal manusia dan akal manusia bukan agama.
Fatwa agama yang datang dari mana pun saja kalau tidak berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas wajib kita tolak. Maka di dalam ilmu Tauhid kita berpegangan kepada Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H dan wafat tahun 324 H. Beliau belajar kepada ulama’ Mu’tazilah, di antaranya Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab Al-Jabal. Karena pada masa itu Mu’tazilah merupakan madzhab pemerintah pada zaman khalifah Abbasiyah; khalifah Al-Ma’mun bin Harun Al-Rasyid al-Mu’tashim dan Al-Watsiq, dan beliau termasuk pengikut setia madzhab mu’tazilah.
Setelah beliau banyak melihat kekeliruan faham Mu’tazilah maka beliau menyatakan keluar dari Mu’tazilah di depan khalayak ramai dengan tegas, bahkan akhirnya beliau menolak pendapat-pendapat Mu’tazilah dengan dalil-dalil yang tegas.
Dalam ilmu Tauhid, rukun iman menurut Ahlussunnah wal Jama’ah ada 6 (enam): Iman kepada Allah, kepada para Nabi/Rasul Allah, Kitab Suci Allah, Malaikat Allah, Hari Akhir, dan Qadla/Qadar Allah, yang insya Allah akan diuraikan pada kesempata berikutnya.
KH A Nuril Huda
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
Demikianlah Artikel Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
Sekianlah artikel Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid dengan alamat link https://cleaning-poles.blogspot.com/2017/05/ahlussunah-wal-jamaah-dalam-tauhid_15.html
Ahlussunah wal Jamaah dalam tauhid
Reviewed by Nusantara Cleaning
on
Monday, May 15, 2017
Rating:
No comments: