Melihat Allah SWT
Melihat Allah SWT - Kami Nusantara Cleaning salah satu perusahaan jasa cleaning service di Bandung, yang bergerak pada jasa cleaning service rumah, kantor, sekolah, pabrik, jasa poles marmer, jasa poles teraso, jasa poles granit, jasa poles acian, jasa poles tegel, jasa poles kerami, jasa bersih gedung, jasa salon toilet, jasa pembersihan kamar mandi, jasa cuci karpet, jasa coating vinnyl dan parket Cleaning Service dan Poles Lantai, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Melihat Allah SWT , kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan
Artikel Islam,
Artikel Tauhid, yang kami tulis ini dapat memberi manfaat. baiklah, selamat membaca.
Judul : Melihat Allah SWT
link : Melihat Allah SWT
“Hati tidak menafikan apa yang dia lihat”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi Mohammad s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Siapa saja yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini dinyatakan oleh Saidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Allahku dengan cahaya Allahku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (an nur 35)
Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intisari dari hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahasia Allah, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi Mohammad s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Malaikat Jibril AS membawa firman Allah hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah salah satu faedah kita supaya kita mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelas siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Quran dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahu”. (Surah Naml, ayat 6).
Oleh kerana Nabi Mohammad s.a.w menerima pembukaan sebelum Malaikat Jibril AS membawanya kepada baginda, setiap kali Jibril AS membawa ayat-ayat suci itu Nabi Mohammad s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".”. (Surah Ta Ha, ayat 114).
Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Malaikat Jibril AS menemani Nabi Mohammad s.a.w pada malam mikraj, Malaikat Jibril AS tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Malaikat Jibril AS membiarkan Nabi Mohammad s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pohon zaitun yang diberkati, pohon keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata hati.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi Mohammad s.a.w bersabda, “Aku melihat Allahku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu sama dengan bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Pikirkan tentang itu dan cobalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahasia-rahasia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi Mohammad s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyatakan di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan.”. (Surah Maaidah, ayat 15).
Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
Wallahu ‘alam Bishowab
Anda sekarang membaca artikel Melihat Allah SWT dengan alamat link https://cleaning-poles.blogspot.com/2017/07/melihat-allah-swt_30.html
Judul : Melihat Allah SWT
link : Melihat Allah SWT
Melihat Allah SWT
Melihat Allah SWT ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah SWT yang sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat keAllahan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.“Hati tidak menafikan apa yang dia lihat”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi Mohammad s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Siapa saja yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini dinyatakan oleh Saidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Allahku dengan cahaya Allahku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (an nur 35)
Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intisari dari hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahasia Allah, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi Mohammad s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Malaikat Jibril AS membawa firman Allah hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah salah satu faedah kita supaya kita mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelas siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Quran dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahu”. (Surah Naml, ayat 6).
Oleh kerana Nabi Mohammad s.a.w menerima pembukaan sebelum Malaikat Jibril AS membawanya kepada baginda, setiap kali Jibril AS membawa ayat-ayat suci itu Nabi Mohammad s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".”. (Surah Ta Ha, ayat 114).
Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Malaikat Jibril AS menemani Nabi Mohammad s.a.w pada malam mikraj, Malaikat Jibril AS tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Malaikat Jibril AS membiarkan Nabi Mohammad s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pohon zaitun yang diberkati, pohon keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata hati.
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi Mohammad s.a.w bersabda, “Aku melihat Allahku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu sama dengan bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Pikirkan tentang itu dan cobalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahasia-rahasia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi Mohammad s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyatakan di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan.”. (Surah Maaidah, ayat 15).
Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
Wallahu ‘alam Bishowab
Demikianlah Artikel Melihat Allah SWT
Sekianlah artikel Melihat Allah SWT kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Melihat Allah SWT dengan alamat link https://cleaning-poles.blogspot.com/2017/07/melihat-allah-swt_30.html
Melihat Allah SWT
Reviewed by Nusantara Cleaning
on
Sunday, July 30, 2017
Rating:
No comments: